Dia cerewet, namun baik hati. Aku sering melihatnya ketika masih menjadi maba (mahasiswa baru). Selalu memakai baju terusan panjang, tubuhnya kecil dan berkulit putih. Saat mabim vokasi, aku sering makan siang bersamanya. Dia berasal dari Palangkaraya, Kalimantan. Katanya dia mendapatkan beasiswa dari daerahnya tersebut. Namanya Nabella, yang kemudian sering ku panggil Nabel. Katanya dia berminat dengan beberapa UKM di UI. Dia tertarik untuk mengikuti UKM berkuda dan robotik namun agak khawatir dengan biaya bulanannya yang katanya cukup mahal. Dia juga ingin bergabung dengan UKM alat musik tapi aku lupa namanya. Namun ada kabar kalau UKM tersebut hanya merekrut anggota yang memang sudah bisa bermain musik.
Hari terakhir mabim vokasi, ia memegang balon berwarna biru dengan banyak coretan. Ada salah satunya yang masih kuingat jelas "Bella = berlari-lari menuju UI". Hari ini kami padus seperti biasa setelah mabim vokasi selama 3 hari terakhir. Ternyata pak Dibyo ingin kami mencoba bernyanyi di atas tribun sebagai geladi bersih untuk besok. Aku berdiri di samping Nabel dengan sangat ketakutan padahal saat itu kami berada di baris ketiga dari bawah. Tinggi sekali dari atas sini. Aku bahkan tidak berani duduk di atas bangku. Saat bernyanyi, aku hanya menatap kakiku dan berpegangan erat pada kursi. Nabel memandangku dan ternyata kami sama-sama takut pada ketinggian.
Hari pertama kuliah, aku kembali bertemu dengannya. Kami sekelas dan semakin akrab dari hari ke hari. Kalau hari senin, aku suka main dengannya ke kamar Nabel, MUI, makan di st.pondok cina, bersepeda atau hanya duduk dan mengobrol dengannya di VB. Pernah kami makan soto di st.pondok cina dan Nabel saat itu mempunyai satu keebiasaan. Yaitu waktu makan yang sangat-sangat lama. Berjam-jam kami di warung makan tersebut sampai aku tak enak hati sendiri terhadap si pemilik warung. Setelah itu kami bersepeda sampai stadion UI dan berjalan menuju kelas.
Aku juga pernah makan nasi goreng 1 porsi berdua dengan Nabel di asrama. Waktu itu aku tahu, waktu makan Nabel membaik.
Terkadang aku sedih jika Nabel menceritakan keluarganya. Dia punya 3 orang adik. Terkadang ia menyisihkan sebagian beasiswa yang ia dapat untuk keluarga kecilnya karena bapaknya sudah meninggal dan mamanya hanyalah seorang penjahit. Adiknya yang paling kecil di asuh oleh pamannya. Bapak tirinya pun sudah bercerai dengan mamanya. Kini setelah bertahun-tahun ia dapat bertemu kembali dengan nenek tirinya setelah sebelumnya tanpa kabar. Ia sangat bahagia saat itu.
Ketika kami bersepeda di UI juga Nabel sering teringat masa kecilnya bersama mamanya. Waktu kecil dia sering di boncengi di sepeda ibunya, yang jika ada tanjakan curam ia harus turun berjalan kaki sebentar sambil mendorong sepeda karena ibunya tidak kuat mengayuh. Sewaktu sekolah juga ia mengendarai sepeda karena tak mampu membeli motor. Padahal sewaktu kecil aku berkhayal dapat pergi ke sekolah naik sepeda.
Aku menulis surat yang berisi hal positif dan negatif tentang sahabat di kelas organisasi manajemen untuknya.
Dia juga suka terlambat, baik kuliah, atau UTS maupun UAS. Dia terlalu sibuk, sering kelelahan dan kurang tidur terkadang juga mudah sakit. Ia bahkan pernah terlambat UAS dan tidak di izinkan masuk dan aku hanya dapat melihatnya berlalu? ya ampun, aku bahkan tidak dapat berbuat apa-apa untuknya, payah.
Nabel yang tertidur di ruang tunggu PKM, Nabel yang ikut bersedih melihat hasil rontgenku dan tahu derajatnya bertambah. Nabel yang setia menemaniku ke Rumah Sakit, Nabel yang suka tertidur di laboratorium RS saat menungguku, Nabel yang selalu tersenyum saat melihatku sekalipun aku sedang bad mood, yang sama-sama pecinta kucing. Kini sudah tak sekelas lagi denganku. Meski begitu aku bersyukur dapat bertemu dengannya. Aku pasti merindukan saat ketika naik sepeda bersama, jalan kaki di hari sabtu dengan segala perbincangan bodoh dan sejuknya udara di bundaran perpustakaan dengan alunan indah suara biola di sana.
Nabella Septiriani 12 Juli 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar