Sejak awal kuliah, aku tidak mau mengambil jurusan di Fakultas ekonomi meski latar belakangku berasal dari SMK Akuntansi. Entah kenapa saat itu aku sangat keras kepala. Mungkin karena aku cukup setres dengan ujian akhir saat SMK yang mengharuskan aku membuat pembukuan dari bukti - bukti transaksi yang 30 lembar menjadi sebuah pembukuan sampai di neraca saldo setelah penutupan dan itu di lakukan secara manual dan komputerisasi ( MYOB ). Bayangkan saja kau mengerjakan tugas akhirmu selama 2 hari berturut - turut, 1 hari pertama di ujian manual kau mengerjakannya sejak pukul 08.00 am - 15.30 pm dan kau harus datang lebih awal dari jam 08.00 am. Selain itu, ada jurusan lain yang membangkitkan minatku, Desain grafik dan Ilmu perpustakaan. Aku suka keduanya, tapi sayang aku justru masuk di jurusan Perumahsakitan. Tidak ada yang salah memang dengan jurusan itu sampai suatu pikiran terlintas di benakku, " Mungkin aku akan mendapatkan jawaban dari penyakit ini ". Dengan satu kalimat penyemangat itu, aku berusaha agar melaksanakan tugasku sebagai mahasiswa sebaik mungkin.
Cukup lama aku meyakinkan diri sebelum akhirnya bertanya pada seorang dosen cantik yang sering di sebut ummi. Dia memang tidak dapat membantu banyak hal, tapi berdiskusi dengannya sangat menyenangkan. Dia bercerita kalau pasien - pasiennya yang sama denganku biasanya sudah melaksanakan operasi sejak kecil, dan ia tidak tahu cara lain selain operasi.
Aku kembali bertanya pada dosen yang bekerja di ruang laboratorium dan pernah bekerja di RS. Atmajaya. Lagi, dia menjelaskan hal yang sama. Semua Rumah Sakit juga sama saja jika ingin operasi. Mungkin Rumah Sakit pusat orthopedi di solo mempunyai nilai lebih. Namun jujur saja, aku kurang menyukai cara dia saat menjelaskan. Dan aku tak pernah bertanya lagi padanya setelah itu.
Dan untuk dosenku yang menakjubkan sekaligus ajaib. Mempunyai sederet gelar sarjana dan magister di belakang namanya. Dia seorang dokter orthopedi. Nasehatnya seperti biasa jaga kesehatan,lakukan peregangan saraf agar tidak kaku, minum air hangat, mandi juga pakai air hangat, tidurnya di alas yang keras, dll. Meski begitu, aku senang mendengar semua nasehatnya di kelas setiap hari sabtu. Agak sedih saat hari terakhir kelas. Saat bapaknya bicara, beberapa anak di kelas justru meledeknya. Tapi bapaknya sabar. Kalau aku jadi dia, mungkin aku sudah menangis dan berlari meninggalkan kelas tersebut. Terima Kasih ya pak. Semoga bapak sehat selalu dan kita dapat bertemu lagi di kelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar